Benarkah Abdul Muthalib, Abu Thalib, Abdullah dan Aminah kafir ?

Kaum wahabi tidak akan berhenti untuk menjelekkan keluarga Rasulullah, sebenarnya mereka malakukan penghinaan kepada keluarga Rasulullah dengan tujuan untuk mengurangi kehormatan Rasulullah dan pengaruh Beliau.

Mereka mencari semua dalil yang bisa memperkuat usaha mereka dalam menjelekkan Rasulullah dan keluarganya (Kakek, paman, ayah dan ibu Rasulullah).
Sehingga terjadi adu dalil antara kaum Wahabi dan kaum yang santun.

Mempermasalahkan status kemimanan
Kakek, paman (Abu Thalib), ayah dan ibu Rasulullah sebnarnya merupakan prilaku yang tidak sopan.

Niat saya dalam menulis masalah ini hanya
untuk mengajak berprilaku sopan dan menggunakan dugaan yang baik terhadap keluarga Rasulullah. Sedangkan yang mengetahui kepastian keimanan mereka adalah Allah, dan saya juga berharap agar kita tidak mudah
menuduh kafir pada mereka,...

Kebiasaan mudah menuduh kafir pada orang lain, membuat mereka berprilaku kelewat batas hingga dengan mudah menuduh kafir pada k
akek, paman (Abu Thalib), ayah dan ibu Rasulullah.
Mari kita bahas satu persatu

Abdul Muthalib

Pada saat Abdul Muthalib (Kakek Rasulullah) menjadi pemimpin bangsa Quraisy, terjadi peristiwa besar yang diabadikan Allah dalam Alquran, yaitu: peristiwa pasukan bergajah.

Pada saat itu pula, ada seorang raja yang bernama Abrahah, berkebangsaan Habasyah yang memerintah negeri Yaman.
Dia membangun sebuah gereja, diberi nama al-Qulais. Dia ingin agar bangsa Arab berpaling dari Ka’bah dan menuju ke gerejanya untuk melaksanakan haji,
Tentu saja bangsa Arab menjadi marah karena hal tersebut.

Seorang laki-laki dari Suku Kinanah sengaja membuang hajat di dalam gereja  Abrahah. Ketika Abrahah mengetahui hal itu, Dia kemudian marah dan bersumpah akan memimpin seluruh bala tentaranya untuk menghancurkan Ka’bah.
Kemudian dia memerintahkan pasukannya untuk bersiap-siap, maka berangkatlah pasukan ini dan Abrahah menunggang gajah.

Ketika Abrahah singgah di al-Mughamas, dia mengirim pasukan yang dipimpin oleh seorang  al-Aswad bin Maqshud, Dia berangkat dengan menunggangi kuda, setelah sampai ke Mekah. Dia berhasil merampas harta penduduks diantara harta yang dirampas tersebut adalah 200 ekor onta milik Abdul Muthalib bin Hasyim.

Sebenarnya bangsa Quraisy, Kinanah, Huzail, dan seluruh penduduk Mekah berkeinginan untuk membalas menyerang Abrahah. tapi mereka menyadari bahwa mereka tidak mempunyai kekuatan untuk melawan Abrahah, akhirnya mereka mengurungkan niatnya.

Kemudian Abrahah memerintahkan pada Hunathah al-Himyari dengan pesan : “Carilah pemimpin penduduk negeri Mekah dan pemukanya, kemudian katakan kepadanya: Sesungguhnya sang Raja berpesan kepadamu, “Sesungguhnya kami datang bukanlah untuk memerangi kalian, kami datang namya untuk menghancurkan tempat ibadah kalian, maka jika kalian tidak menghalangi niat kami, kami tidak perlu menumpahkan darah kalian. Jika pemimpin tersebut tidak berniat menghalangi niatku hendaklah ia mendatangiku.”

Ketika Hunathah sampai di Mekah, Dia menanyakan tentang siapakah pemuka bangsa dan tokoh orang Quraisy  ?Akhirnya mendapat jawaban, pemimpinnya adalah Abdul Muthalib bin Hasyim.
Kemudian Hunathah mendatangi Abdul Muthalib dan menyampaikan pesan Abrahah kepadanya.
Abdul Muthalib berkata: “Demi Allah, kami tidak akan memeranginya karena kami tidak mempunyai kekuatan untuk memeranginya, ini adalah rumah Allah yang mulia dan rumah Kekasih-Nya Ibrahim, jika Dia (Allah) menghalanginya, maka ini adalah rumah dan tanah haram-Nya. Dan jika Dia (Allah) membiarkan Abrahah menghancurkan Ka’bah, maka demi Allah kami tidak mempunyai kekuatan untuk menahannya.”

Kemudian Hunathah berkata : “Berangkatlah bersamaku menuju pemimpin kami, karena sesungguhnya dia memerintahkanku untuk membawamu kepadanya.”

Disamping menjadi pemimpin Abdul Muthalib juga orang yang tampan dan berwibawa.

Ketika Abrahah telah berjumpa dengan Abdul Muthalib, dia pun menghargainya.
Karena Abrahah tidak ingin ada orang Habasyah melihat Abdul Muthalib duduk di atas singgasana kerajaannya. Maka Abrahah yang turun dari singgasananya dan duduk di permadani dan memerintahkan Abdul Muthalib duduk di sampingnya.

Kemudian Abrahah berkata kepada juru bicaranya, “Katakan kepadanya, apa yang ia perlukan?” Lalu juru bicara memberitahukan kepada Abrahah, perkataan Abdul Muthalib, “Keperluanku hanya agar raja mengembalikan 200 ekor onta yang dirampas”

Abrahah berkata kepadanya, “Katakan kepadanya, ‘Awalnya di saat aku melihatmu aku kagum kepadamu, selanjutnya aku jadi merendahkanmu ketika engkau menyampaikan keperluanmu, kenapa engkau berbicara kepada ku tentang 200 ekor onta yang kurampas darimu? dan engkau membiarkan rumah ibadahmu, milik agamamu dan agama nenek moyangmu yang akan kuhancurkan, mengapa engkau tidak menyampaikan tentang hal ini?”

Abdul Muthalib menjawab, “Bahwasanya aku adalah pemilik onta-onta tersebut, sedangkan tempat ibadah itu ada pemiliknya (Allah) yang akan melindunginya.”

Kemudian Abrahah berkata, “Dia tidak akan menghalangiku.”

Abdul Muthalib menjawab, “Hal itu terserah padamu.”

Akhirnya Abrahah mengembalikan onta-ontanya dan ia dipersilahkan kembali ke Quraisy.

Abrahah pun memerintahkan penduduk Quraisy untuk keluar dari Mekah dan mencari tempat perlindungan di atas perbukitan atau dilembah, Abrahah khawatir jika mereka terkena imbas kekuatan pasukannya.

Ketika menjelang serangan datang, Abdul Muthalib berdiri dan memegang pintu Ka’bah yang dibantu oleh beberapa orang Quraisy. Mereka berdoa kepada Allah agar menurunkan pertolongan-Nya untuk menghalangi Abrahah dan pasukannya.

Abdul Muthalib sambil memegang pintu Ka’bah seraya berdo'a:
“Ya Allah, sesungguhnya seorang hamba hanya mampu melindungi kendaraannya, maka lindungilah rumahmu. Jangan engkau biarkan pasukan salib dan agama mereka mengalahkan kekuatanmua esok hari.”

Di pagi harinya, Abrahah bersiap-siap memasuki Mekah, ia menyiapkan gajah-gajahnya dan memimpin tentaranya.
Gajahnya bernama Mahmud dan Abrahah telah bertekad untuk menghancurkan Ka’bah, gan setelah berhasil dia akan segera kembali lagi ke Yaman.

Setelah mendekati Mekah, mereka mengarahkan gajahnya menuju ke Mekah, gajah mereka menderum, lalu mereka memukul gajah-gajah mereka, tetapi gajah tetap tidak mau berdiri.
Kemudian mereka mencoba mengarahkan gajah-gajahnya ke arah Yaman, gajahnya mau berdiri dan berlari.
Kemudian mereka arahkan ke Syam, gajah pun melakukan hal yang sama, mereka arahkan ke arah timur, gajah pun melakukan hal yang sama.

Kemudian mereka arahkan ke Mekah lagi, gajahnya pun menderum,

Pada saat itu Allah mengirim kepada mereka (pasukan Abrahah) beberapa burung Ababil. Setiap ekor burung membawa 3 buah batu: 1 butir diparuhnya dan 2 butir dikakinya, kerikil itu sebesar kacang Arab atau kacang Adas.

Setiap yang terkenan kerikil tersebut tubuhnya hancur.  Akhirnya mereka keluar meninggalkan Mekah, sedangkan daging mereka tercecer di sepanjang jalan dan mereka binasa.


Abrahah terkena sebuah batu di tubuhnya, lalu mereka membawanya ke Yaman sedangkan jari jemarinya mulai terputus satu per satu, hingga mereka membawanya ke Shan’a dan tubuhnya yang tersisa tinggal sebesar seekor anak burung, dan akhirnya mati di sana.

Do'a Abdul Muthalib tebukti dikabulkan Allah,..
Peristiwa itu juga diabadikan dalam Al Qur'an.

Menemukan kembali sumber air Zam-zam yang pernah hilang,
Pada suatu malam, Abdul Muthalib, bermimpi didatangi suara gaib yang menyuruhnya untuk menggali sumur zam-zam kembali.
Paginya, Abdul Muthalib menggali sumur tersebut dan mengalirlah air zam-zam itu kembali.

Air Zam-zam pernah hilang ketika Masjidil Haram dicemari oleh satu kabilah bernama Jurhum dengan melakukan kesyirikan, sumur air zam-zam itu mengering secara perlahan akhirnya sumber mata airnya tertutup.
Sejak saat itu, Sumur zamzam hilang untuk beberapawaktu  lamanya.

Hingga ditemukan kembali oleh Abdul Muthalib (Kakek Rasulullah).

Dari kisah diatas diatas, menunjukkan bahwa Abdul Muthallib adalah pengikut agama Nabi Ibrahi AS yang saleh.
Tidak sopan jika kita menuduh Abdul Muthalib itu kafir, mengingat ada beberapa ayat Al Qur'an yang menerangkan :

Bapak dan Ibu Rasulullah

Demikian juga ucapan Nabi SAW kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di peperangan Uhud ketika beliau SAW melihat seorang kafir membakar seorang muslim,maka Rasulullah SAW bersabda kepada Sa’ad,”Panahlah dia,jaminan keselamatanmu adalah Ayah dan ibuku!’, maka Sa’ad berkata dengan gembira,’Rasulullah SAW mengumpulkan aku dengan nama ayah dan ibunya!’ “(HR Bukhori,Bab. Manaqib Zubair bin Awam no.3442,hadis no.3446, Bab.Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqosh Al-Zuhri.)

Rasulullah pernah bersabda,
”Aku selalu berpindah-pindah dari tulang sulbi orang-orang yang suci kedalam rahim-rahim wanita yang suci pula”

(Dinukil oleh Al Hamid Al Husaini, dalam bukunya Pembahasan Tuntas Perihal  Khilafiyyah, hal.600-601)


Abu Thalib
Dalam QS.Al Qoshosh 56,yang artinya:”Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”

Asbabul nuzul ayat ini menurut Ibn Katsir, yang dinukil dari shohihain (Bukhori dan Muslim) terkait dengan detik-detik wafatnya paman Rasulullah saw.

Dari Sa’id bin Musayyab ra.,dari bapaknya katanya ”Ketika Abu Tholib hampir meninggal dunia Rasulullah saw datang mengunjunginya, didapati beliau disana telah ada Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mighiroh. Kemudian Rasullah saw bersabda, ”wahai paman ,ucapkanlah La ila ha ilaallah, yaitu sebuah kalimat yang aku akan menjadi saksi bagi paman nanti dihadapan Allah”.Kemudian Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata; ”Hai abu Tholib! Bencikah anda kepada agama Abdul Mutholib”.Rasulullah terus menerus mengulang-ulang ucapannya itu, tetapi akhirnya Abu Tholib mengatakan ”Dia tetap memegang agama Abdul Mutholib dan enggan mengucapkan la ila ha illallah. Kemudian Rasulullah SAW bersabda:”Demi Allah! Akan kumohonkan ampun bagi paman,selama aku tidak dilarang melakukannya”.Kemudian turun QS.al Qoshos 56.

(Bukhori dan Muslim,Mukhtashor Ibnu Katsir,juz 3,hal.19 oleh DR.Ali Ashobunny)
 
’Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik – baik. Makanlah (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagi kamu dan makananmu juga halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan – perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan – perempuan yang beriman dan perempuan – perempan yang menjaga kehormatan di antara orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia – sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang – orang yang rugi.’ 
(Q.S. Al-Maidah, 5)


=============

Peristiwa Pasukan Bergajah

Apakah kami tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?” Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat.” (QS. Al-Fiil: 1-5)

Runtuhnya Ka’bah di Akhir Zaman

Banyak riwayat yang menguatkan tentang akan runtuhnya Ka’bah di akhir zaman. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ka’bah akan diruntuhkan oleh seorang yang berkaki bengkok berkebangsaan Habasyah.”
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Perbanyaklah melakukan thawaf di Baitullah semampu kalian sebelum kalian dihalangi untuk melakukannya, seolah-olah aku melihatnya sedang melakukan hal tersebut. Tanda-tandanya: berkepala dan bertelinga kecil, dia menghancurkan Ka’bah dengan beliungnya.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Tandanya orang tersebut berkulit hitam, kakinya bengkok (seperti letter O), dia meruntuhkan batu dinding Ka’bah satu per satu.”
Diriwayatkan dari Sa’id bin Sam’an radhiallahu ‘anhu, bahwa dia mendengar Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bercerita kepada Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Seorang laki-laki (Imam Mahdi) akan dibai’at di antara sudut (tempat Hajar Aswad) dan Maqam Ibrahim, dan Ka’bah tidak akan dirusak kehormatannya melainkan oleh orang Arab sendiri, dan bila mereka telah merusak kehormatan Ka’bah, maka itulah saatnya kehancuran bangsa Arab, kemudian datang orang-orang Habasyah meruntuhkan Ka’bah yang setelah itu tak pernah dibangun kembali selama-lamanya, dan merekalah yang menggali harta yang terpendam di dalamnya.”
Hadis di atas tidak bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sebuah pasukan hendak menyerang Ka’bah, hingga ketika mereka berada di sebuah padang pasir, semua pasukan ditenggelamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala ke dalam bumi.”
Ibnu Hajar dalam bukunya “Fath al-Bari” dalam bab: runtuhnya Ka’bah, berkata: “Hadis-hadis di atas menjelaskan akan terjadinya penyerangan terhadap Ka’bah. Penyerang pertama dimusnahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum mereka sampai ke Ka’bah, dan penyerangan kedua dibiarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sepertinya penyerang yang dimusnahkan terjadi lebih awal.”
=============


Nabi Muhammad SAW adalah penghuni bumi yang paling baik nasabnya secara mutlak. Nasab beliau dari segi kemuliaan berada di puncaknya. Musuh-musuh beliau memberi pengakuan untuknya atas hal tersebut. Diantara musuh beliau yang memberikan pengakuan akan indahnya nasab beliau adalah Abu Sufyan(sebelum masuk islam), yang dikala itu berhadapan denga penguasa Romawi. Kaum yang paling mulia adalah kaumnya,kabilah yang paling mulia adalah kabilahnya dan marga yang paling mulia adalah marganya.
(Ibnu Qoyyim al Jauziyah,Zaadul Ma’ad,I/32)

Rasulullah pernah bersabda,
”Aku selalu berpindah-pindah dari tulang sulbi orang-orang yang suci kedalam rahim-rahim wanita yang suci pula”

(Dinukil oleh Al Hamid Al Husaini, dalam bukunya Pembahasan Tuntas Perihal  Khilafiyyah, hal.600-601)

Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi saw adalah manusia tersuci yang telah disiapkan kelahirannya dengan membuatnya keluar dari rahim yang suci pula,yaitu Aminah ra.

Dinukil oleh Ibnul Jauzi,dalam kitab Al Wafa’ (terjemahan), hal.74 : Abdurrahman bin ‘Auf berkata,”Ketika Rasulullah saw dilahirkan, ada jin yang berbicara di bukit Abu Qubais di daerah ‘Ujun- yang pada mulanya tempat itu adalah sebuah kuburan dan orang-orang Quraisy merusakkan pakaian mereka di daerah itu-.Jin itu berkata dengan syair berikut :

“Aku bersumpah tidak seorang pun dari golongan manusia yang telah melahirkan Muhammad selain ia (Aminah).

Seorang wanita dari suku Zuhrah yang memiliki sifat-sifat terpuji dan selamat dari kecelaan para suku-suku, bahkan mereka memujinya.

Wanita itu telah melahirkan manusia terbaik yaitu Ahmad.

Orang yang terbaik itu dimuliakan

Serta orangtuanya pun dimuliakan juga”…

Bahkan Nabi SAW pernah menjelaskan bahwa nasabnya adalah suci (ayah-ayahnya adalah keturunan manusia yang suci),

”Saya Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthollib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizaar. Tidaklah terpisah manusia menjadi dua kelompok (nasab) kecuali saya berada diantara yang terbaik dari keduanya. Maka saya lahir dari ayah – ibuku dan tidaklah saya terkena ajaran jahiliyyah dan saya terlahir dari pernikahan (yang sah).Tidaklah saya dilahirkan dari orang yang jahat sejak Adam sampai berakhir pada ayah dan ibuku. Maka saya adalah pemilik nasab yang terbaik diantara kalian dan sebaik-baik nasab (dari pihak) ayah”

(Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah dan Imam Hakim dari Anas ra.)

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya juz 2,hal.404 dan juga oleh Imam Ath Thobari dalam tafsirnya juz 11, hal. 76.




Juga sabda Nabi SAW,”Saya adalah Nabi yang tidak berdusta, Saya adalah putra Abdul Mutholib.”(HR.Bukhori no.2709,2719,2772,Shahih Muslim no.1776)



Lihatlah dari hadis-hadis diatas,nampak jelas sekali bahwa tidak mungkin orang tua Nabi adalah orang-orang kafir atau musyrik. Sedangkan Nabi SAW telah membanggakan kedua orang tuanya sebagai nasab yang terbaik.Bagaimana mungkin ada manusia yang tega mengatakan orang tua,bapak atau ibu Nabi saw lagi disiksa di neraka?Sungguh itu sama halnya menyakiti hati Nabi saw.



Demikian juga ucapan Nabi SAW kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di peperangan Uhud ketika beliau SAW melihat seorang kafir membakar seorang muslim,maka Rasulullah SAW bersabda kepada Sa’ad,”Panahlah dia,jaminan keselamatanmu adalah Ayah dan ibuku!’, maka Sa’ad berkata dengan gembira,’Rasulullah SAW mengumpulkan aku dengan nama ayah dan ibunya!’ “(HR Bukhori,Bab. Manaqib Zubair bin Awam no.3442,hadis no.3446, Bab.Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqosh Al-Zuhri.)

Bagaimana mungkin Sa’ad berbahagia disatukan dengan orang tua Rasulullah,jika keduanya orang-orang musyrik??

Maka apa kata dunia? Jika nabinya ummat Islam lahir dari rahim perempuan musyrik? Padahal Isa as. Lahir dari rahim perempuan yang suci!!.Apa kata dunia jika Nabinya ummat islam lahir dari rahim perempuan kafir?Padahal banyak perempuan yang beriman melahirkan anak-anak yang tidak memiliki keistimewaan,sedangkan Rasul keistimewaannya diakui di dunia langit maupun bumi lahir dari perempuan musrik?. Sungguh tidak logis!!

Sungguh harus dipertimbangkan pendapat tentang kemusyrikan orang tua Nabi !

Ahlul Fatrah

Adalah suatu masa dimana terjadi kekosongan nubuwwah dan risalah. Seperti orang-orang jahiliyyah yang belum datang kepada mereka risalah kenabian,maka mereka masuk kategori ahlu fatrah,yang mereka termasuk ahli surga juga. (Prof.DR.Wahbah Zuhaili,tafsir Al Munir,juz 8, hal.42)

Hal itu berdasarkan firman Alloh QS. Al Isro’ 15 yang artinya,”Kami tidaklah mengadzab (suatu kaum) hingga kami mengutus (kepada mereka) seorang rasul”

Dari ayat itu, maka orang-orang yang hidup sebelum Nabi Muhammad SAW diutus, mereka adalah Ahlu fatrah yang tidak diadzab atas perbuatannya. Karena sebagai bentuk keadilan Alloh adalah mengadzab suatu kaum setelah jelas risalah datang kepada mereka namun tidak diindahkannya.

Dan dari ayat itu pula,dapat dipahami bahwa keluarga nabi saw sebelum dirinya diangkat menjadi Nabi dan Rasul,adalah termasuk ahlu fatrah.Dan karena itu mereka tidak diadzab dan tidak digolongkan kepada orang-orang musrik atau kafir.

Bagaimana dengan riwayat bahwa Nabi saw menangis dipusara ibunya?. Dan hadis tersebut dikaitkan sebagai asbabun nuzul ayat 113 dari QS .At Taubah; “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun[kepada Alloh] bagi orang-orang musyrik,walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya),sesudah jelas bagi mereka,bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam”.??

Beberapa ulama’ (salah satunya Ibn Katsir, Mukhtashor li Ali as Shobuni,juz 2, hal.173), menyebutkan sebuah riwayat,bahwa rasulullah saw. Suatu ketika berziarah ke kuburan dan menangis tersedu-sedu. Sayidina Umar bertanya tentang sebab tangis beliau. 

Beliau menjawab,”Aku menangis di kubur ibuku,Aminah. Aku memohon kepada Alloh kiranya beliau diampuni,tetapi alloh tidak memperkenankan dan turun kepadaku firmanNya (At Taubah 113-114). Aku sedih dan kasihan kepada ibuku, dan itulah yang menjadikan aku menangis”(HR.Ibn Hibbah,Abi Alatim dan Al Hakim melalui Ibn Mas’ud). Riwayat ini dinilai dhoif oleh pakar hadis Adz Dzahabi,karena dalam renteten perawinya terdapat nama Ayyub yang berstatus lemah (Prof.DR.Quraish Shihab,Al Misbah ,jilid 5,hal.735).Dan pakar tafsir lainnya seperti DR.Wahbah Zuhaily mengomentari ulama yang menyatakan hadis tersebut sebagai sebab turunnya ayat 113,QS at Taubah,dengan komentar bahwa itu jauh dari fakta sebab orang tua Rasul hidup di masa fatrah,sehingga tidak tepat hadis tentang tangisan nabi saw dipusara ibunya sebagai sebab turunnya ayat tersebut.[lihat tafsir Al Munir ,juz 6,hal 64]

Dan banyak lagi hadis yang senada dengan itu,namun dengan redaksi yang berbeda,seperti yang diriwayatakan,Ahmad,Muslim, Abu Dawud dari jalur Abu Hurairoh. Dan jika kita terima kesahihan hadis tangisan Nabi diatas kuburan ibunya tersebut,maka ada beberapa hal harus dipertimbangkan untuk membatalkan hadis tersebut sebagai dalil kemusyrikan Ibu nabi SAW,sebagai berikut:

1. 1. Hadis tersebut secara manthuq (tekstual) tidak menyebut kekafiran atau kemusyrikan ibu Nabi secara tegas dan jelas.Sehingga agak ceroboh kalau dengan ketidak jelasan manthuq hadis tersebut langsung menyatakan kemusrikan ibunda Nabi saw.

2. 2. Hadis-hadis tersebut yang menyatakan bahwa kejadian rasulullah menangis di kuburan ibunya di kota Mekkah,menurut ibnu Sa’ad berita itu salah,sebab makam ibu Nabi itu bukan di Mekkah tapi di ‘Abwa (suatu wilayah yang masih masuk kota Madinah). (Al Wafa’,ibn Al Jauzi,terjemahan hal.96, Lihat juga Zaadul Ma’ad jilid I,hal.36 terkait dalil tempat wafatnya ibunda Nabi saw).

3. 3. Hadis-hadis tersebut termasuk hadis ‘Inna Abiy wa abaaka finnar (Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka” (HR.Muslim) dibatalkan (mansukh) oleh QS.Al Isra’ 15.”Dan Kami tidak mengadzab (suatu kaum) hingga kami mengutus(kepada mereka) seorang rasul”(rujuklah pada Masaalikul Hunafa Fii Hayaati Abawayyil Musthofa,karya Imam As Suyuthi,hal.68).Alasan pembatalannya adalah mereka ayah dan ibunda Nabi saw hidup sebelum ada risalah nubuwwah,karena itu mereka termasuk ahlu fatrah yang terbebas dari syari’at Rasululloh saw.


Khusus hadis riwayat Muslim, Inna Abiy wa Abaaka fin Nar/Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka,adalah bahwa yang dimaksud Abi di hadis tersebut adalah paman.Karena kebiasaan Alloh didalam al Quran,sering ketika ada kata-kata Abun,maka yang dimaksud adalah bukan orang tua kandung.Alloh berfirman dalam QS.Al Baqoroh 133,yang artinya ; “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub mau meninggal,ketika Ia berkata kepada anak-anaknya;Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab;’Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu,Ibrahim,Isma’il dan Ishaq,yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya.” Padahal Ayah Ya’qub adalah Ishaq bukan Ibrahim atau Ismail.Namun Alloh menyebutkan Ibrahim dan Ismail sebagai Aaba’(ayah-ayah) dari Ya’qub,maksudnya adalah kakek atau paman dari Ya’qub.Dan untuk penyebutan orang tua kandung,biasanya Al quran menggunakan kata Waalid.Sebagaimana Alloh berfirman; “Robbanagh Fir Li Wa Li Waliidayya…/Ya Tuhan Kami Ampunilah aku dan ibu bapakku…”.QS.Ibrahim 41

5. 5. Hadis-hadis tersebut bertentangan dengan nash hadis lain seperti yang kami tulis diatas,bahwa nabi lahir dari nasab yang suci.

6. 6. Dikatakan oleh Al Qadhiy Abu Bakar Al A’raabiy bahwa orang yang mengatakan orang tua Nabi saw di neraka, mereka di laknat oleh Allah swt, sebagaimana FirmanNya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan akhirat, dan disiapkan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab: 57)Berkata Qadhiy Abu Bakar, “Tidak ada hal yang lebih menyakiti Nabi SAW ketika dikatakan bahwa ayahnya atau orang tuanya berada di neraka, dan Nabi saw bersabda : ‘Janganlah kalian menyakiti yang hidup karena sebab yang telah wafat.’ (Masalikul Hunafa’ Fii Hayaati Abawayyil Musthofa, hal. 75 lil Imam Suyuthi)

Demikian pendapat ulama bahwa orang tua Nabi SAW bukan orang-orang musyrik, karena wafat sebelum kebangkitan Risalah dan menjadi ahli fatrah, dan tak ada pula nash yang menjelaskan mereka sebagai menyembah berhala. Diantara Ulama yang berpendapat bahwa orang tua Nabi bukan musyrik menurut Al Habib Munzhir bin Fuad Al Musawa adalah :
Hujjatul Islam Al Imam Syafii dan sebagian besar ulama syafii, Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Qurtubi, Al Hafidh Al Imam Assakhawiy, Al hafidh Al Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthi yg mengarang sebuah buku khusus tentang keselamatan ayah bunda nabi saw, Al hafidh Al Imam Ibn Syaahin, Al Hafidh Al Imam Abubakar Al baghdadiy, Al hafidh Al Imam At thabari, Al hafidh Al Imam Addaruquthniy dan masih banyak lagi yang lainnya.

Abu Tholib
Dalam QS.Al Qoshosh 56,yang artinya:”Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya dan
Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”

Asbabul nuzul ayat ini menurut Ibn Katsir, yang dinukil dari shohihan (Bukhori dan Muslim) terkait dengan detik-detik wafatnya pamanda Rasulullah saw.

Dari Sa’id bin Musayyab ra.,dari bapaknya katanya ”Ketika Abu Tholib hampir meninggal dunia Rasulullah saw datang mengunjunginya, didapati beliau disana telah ada Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mighiroh. Kemudian Rasullah saw bersabda, ”wahai paman ,ucapkanlah La ila ha ilaallah, yaitu sebuah kalimat yang aku akan menjadi saksi bagi paman nanti dihadapan Allah”.Kemudian Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata; ”Hai abu Tholib! Bencikah anda kepada agama Abdul Mutholib”.Rasulullah terus menerus mengulang-ulang ucapannya itu, tetapi akhirnya Abu Tholib mengatakan ”Dia tetap memegang agama Abdul Mutholib dan enggan mengucapkan la ila ha illallah. Kemudian Rasulullah SAW bersabda:”Demi Allah! Akan kumohonkan ampun bagi paman,selama aku tidak dilarang melakukannya”.Kemudian turun QS.al Qoshos 56.(Bukhori dan Muslim,Mukhtashor Ibnu Katsir,juz 3,hal.19 oleh DR.Ali Ashobunny)

Dan ada pula anggapan bahwa hadis tersebut sebagai sebab turunnya QS.at Taubah 113,namun hal ini dibantah,karena QS.at Taubah 113 tersebut termasuk madaniyyah (Ayat yang turun di Madinah), sedangkan Abu Tholib meninggal di Mekkah sebelum hijrah, jadi tidak cocok dengan fakta sejarah.(lihat,Tafsir Al Munir,li Wahbah,juz 6,hal.61).

Dari hadis ini ada anggapan bahwa Abu Tholib mati dalam kondisi kafir, Tentu anggapan tersebut belum tentu benar karena argumentasi sebagai berikut:

1. Hadis tersebut dan nash lain tidak menyebut secara manthuq (tekstual) yang jelas tentang kekufuran Abu Tholib, sehingga masih ada peluang bagi kita untuk berkhusnudzon dengan beliau. Dan itu jauh lebih selamat dan aman bagi kita.

2. Justru ada hadis dengan redaksi yang lain yang memperkuat argument pertama tersebut yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,Tirmidzi dan Al Baihaqi dari Abu Huroiroh bahwa Rasulullah bersabda kepada pamannya’”Wahai pamanku,ucapkanlah la ilaa ha illallah,niscaya aku akan bersaksi untukmu disisi Alloh pada hari Kiamat”Abu tholib menjawab,”Seandainya kaum Quraisy tidak mencelaku dengan berkata,’Tidak ada yang mendorongnya mengucapkannya kecuali karena kesedihannya menghadapi maut,niscaya aku mengucapkannya untukmu”.Maka turunlah firman
Allah QS.Al Qoshosh 56 itu (DR.Wahbah Zuhaily,juz 10,hal.498 dan Tafsir Ibnu Kastir,Mukhtashor,Ali ash shobuni,juz 3,hal 19)

Perhatikanlah! Abu Tholib enggan mengucapkan kalimat syahadat bukan karena tidak beriman dengan kalimat tersebut, namun karena taqqiyah (strategi membela diri dengan menyembunyikan keimanannya) agar terhindar dari celaan orang Quraisy yang menganggapnya masuk Islam karena mau mati saja. Padahal hakekatnya dibatin beliau telah menerima keimanan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Ini dibuktikan dalam tarikh/sejarah ketika Abu Tholib mengajak Nabi pada saat umur 9 tahun ke Syam dan bertemu pendeta/ rahib Bahira yang melihat tanda kenabiannya dan hal itu disampaikan ke Abu Tholib agar berhati-hati karena orang-orang yahudi tidak menyukai hal itu (Zaadul Maa’ad,juz 1,hal.37). Sejak itu pasti beliau menerima kenabian yang dibawa rasul saw (keponakannya sendiri) , Karena bagaimana mungkin beliau dianggap kafir atau musrik padahal beliau merahasiakan kenabian Muhammad dari musuh-musuhnya?? Mungkin ada yang menjawab; ‘Dirahasiakannya karena dia menyayangi keponakannya itu’, namun itu dapat dibantah dengan Abu Lahab yang juga pamannya dan juga menyanginya, kenapa menentangnya? Renungkan wahai manusia yang beriman !!

Dan telah berkata al Zajjaj ; “Telah sepakat ummat islam bahwa ayat 56 dari al Qoshosh itu turun terkait pada Abu Tholib.Yang ketika itu beliau berkata disaat jelang kematiannya (kepada orang-orang Quraish) : ‘Wahai masyarakat bani abdi Manaf,ta’atlah kalian dan benarkan (shoddiquuhu) oleh kalian ajaran Muhammad!, maka kalian akan sukses dan mendapatkan petunjuk’.Maka bersabda Nabi saw : “Wahai pamanku,engkau menasehati mereka dan engkau meninggalkan dirimu? ”.Berkata abu Tholib :’Maka apa yang kamu inginkan wahai keponakanku?’.
Bersabda Nabi saw: “saya menginginkan darimu hanya satu kalimat saja agar di akhir hidupmu ini di dunia hendaknya dengan berkata ‘la ilaaha illallah’,dan dengan kalimat itu saya akan bersaksi di sisi Alloh swt {kelak dikemudian hari}”.Berkata Abu Tholib:’Wahai keponakanku,sungguh saya tahu kalau [ajaran]mu benar,namun saya enggan dikatakan[kalau mengucapkan kalimat tersebut,] sebagai kesedihan saja dalam menghadapi kematian. Kalau sendainya [setelah mengucapkan kalimat tersebut] tidak terjadi pada dirimu dan bani ayahmu penghinaan dan celaan paska kematianku, sungguh aku akan mengatakan itu dihadapanmu ketika aku berpisah[mati],ketika aku lihat besarnya rasa cintamu dan nasehatmu.Namun sepertinya saya akan mati di atas agama abdul Muthollib, Hasim dan abdu Manaf.[Tafsir Al Munir,Wahbah juz 10 ,hal 499-500].

Tidak sulit untuk dibayangkan,seumpama ketika itu Abu Tholib memeluk islam dengan cara seperti yang dilakukan Oleh Hamzah,Abu Bakar,Umar dan Usman radliyallohu ‘anhum,tentu ia tidak akan dapat memberi perlindungan dan pembelaan kepada Rasululloh saw.Karena kaum musyrikin quraish pasti memandangnya sebagai musuh, bukan sebagai pemimpin masyarakat Mekkah yang harus dihormati dan disegani. Jika demikian tentu ia tidak mempunyai lagi kewibawaan untuk menumpulkan atau menekan perlawanan mereka terhadap Rasulullah saw,dan juga tidak dapat membentengi dakwah beliau.Memang benar ,pada lahirnya Abu Tholib nampak seagama dengan mereka, tetapi apa yang ada di dalam batinnya tentu hanya Allahh yang tahu. Karena itu jangan ceroboh menuduhnya musyrik.

3. Bagaimana mungkin beliau dikatakan seorang yang kafir,padahal beliaulah yang membela dakwah Nabi saw dengan jiwa dan hartanya. Dan bagaimana pula beliau disamakan dengan orang kafir quraish yang selalu menentang dan mengintimidasi Nabi saw, padahal Abu Tholib melakukan sebaliknya.

4. Adapun QS Al Qoshosh 56,itu terkait bahwa nabi saw tidak dapat memaksakan kehendak berhidayahnya seseorang sekalipun kepada yang dicintai.Karena kewenangan memberikan hidayah taufiq hanya Alloh swt.Seolah ayat tersebut menginfokan kepada Nabi saw bahwa hidayah pamannya itu adalah berada dalam urusan Allah. Dan tidak ada dari dhohirnya ayat tersebut yang menunjukkan kepada kufurnya Abu Tholib.

5. Perkara ini adalah khilafiyah atau terjadi perbedaan pendapat dikalangan ahlus sunnah sendiri. Maka seyogjanya kita mengambil pendapat yang tidak berefek madhorrot bagi aqidah kita atau minimal mengambil pendapat yang efek madhorrotnya paling ringan.Dan pendapat yang paling ringan adalah menganggap Abu Tholib seorang paman Nabi yang tidak masuk kafir,karena minimal itu dapat menjadi sikap husnuzhon kita atas beliau.Namun jika kita mengatakan beliau kafir,dan seandainya disisi Alloh beliau ternyata mukmin maka kita sudah terkena dosa fitnah atas tuduhan kekufuran kepadanya dan itu madhorrot yang besar dalam aqidah kita.Oleh karena itu lebih baik bagi kita adalah berhusnuzhon saja karena tidak ada gunanya bagi kita untuk mengkafirkan beliau.

Di sisi lain,kalaupun-seandainya- tidak ada perbedaan pendapat ulama menyangkut keislaman Abu Thalib dan semua sepakat menyatakan keengganannya beriman,namun karena hal tersebut pasti menyedihkan Nabi Muhammad saw,maka demi menjaga perasaan beliauserta mengingat jasa-jasa Abu Thalib kepada Nabi saw,maka hendaknya persoalan itu tidak dibahas secara panjang lebar,apalagi ayat diatas(at taubah 113 dan al Qoshosh 56) berbicara secara umum.dan dapat mencakup siapapun dan kapanpun.

Sayyid Muhammad Rasyid dalam Tafsir Al Manar menguraikan pendapat sementara ulama tentang hadis Nabi saw. Yang menyatakan :”Seandainya Fathimah putri Muhammad mencuri,niscaya pasti kupotong tangannya”(HR.Bukhari dan Muslim melalui ‘Aisyah ra).Menurutnya ada ulama yang enggan menyebut Fathimah dalam riwayat ini,dan menggantinya dengan kata Fulanah (si A) atas pertimbangan bahwa perasaan Nabi akan tersinggung bila orang lain menyebut nama putri beliau sebagai contoh untuk sesuatu yang buruk. Demikian kesimpulan dari pesan bijak DR.Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah.

Dan ada kata bijak lainnya yang patut direnungkan ; “Menuduh orang kafir sebagai mukmin tidaklah berdosa,namun menuduh orang mukmin sebagai orang yang kafir dan musyrik adalah dosa besar.”


Sanggahan Orang Tua Nabi Kafir

Dalil golongan yang menyatakan orang tua Nabi masuk neraka adalah hadits riwayat Imam Muslim dari Hammad :

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah “ Ya, Rasulullah, dimana keberadaan ayahku ?, Rasulullah menjawab : “ dia di neraka” . maka ketika orang tersebut hendak beranjak, rasulullah memanggilnya seraya berkata “ sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka “.


Imam Suyuthi menerangkan bahwa Hammad perowi hadits di atas diragukan oleh para ahli hadits dan hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Padahal banyak riwayat lain yang lebih kuat darinya seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh  :

“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّّرْهُ بِالنَّارِ”

Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW “ dimana ayahku ?, Rasulullah SAW menjawab : “ dia di neraka”, si A’robi pun bertanya kembali “ dimana AyahMu ?, Rasulullah pun menawab “ sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “
Riwayat di atas tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka.
Ma’mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat dari Hammad, sehingga riwayat Ma’mar dan Baihaqi harus didahulukan dari riwayat Hammad.
Dalil mereka yang lain hadits yang berbunyi :

لَيْتَ شِعْرِي مَا فَعَلَ أَبَوَايَ

Demi Allah, bagaimana keadaan orang tuaku ?
Kemudian turun ayat yang berbunyi :

{ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيْراً وَنَذِيْراً وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيْم }

Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.
Jawaban :
Ayat itu tidak tepat untuk kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab,  yaitu :

يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) (Q.S. Albaqarah : 40)

sampai ayat 129 :

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Semua ayat-ayat itu menceritakan ahli kitab (yahudi).
Bantahan di atas juga diperkuat dengan firman Allah SWT :

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”

Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.
Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar berikut :
  • Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.

Sebagian ulama’  mentafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya.
Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrohim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuhNya dan juga pamanNya.
  • Hadits Nabi SAW :

قال رسول الله  (( لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات ))

“ aku (Muhammad SAW) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula”
Jelas sekali Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”
  • Nama ayah Nabi Abdullah, cukup membuktikan bahwa beliau beriman kepada Allah bukan penyembah berhala.
Jika anda ingin mengetahui lebih banyak, maka bacalah kitab Masaliku al-hunafa fi waalidai al-Musthafa” karangan Imam Suyuthi.

Bagaimanakah sebenarnya kisah pasukan gajah yang menyerang Ka'bah? Akan kita lihat secara jelas dalam surat Al Fiil, yaitu ketika membahas tafsirnya. Juga kita akan dapat pelajaran bahwa tahun gajah itulah tahun kelahiran beliau. Namun untuk tanggal pasti kelahiran Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, tidak dijelaskan dalam surat tersebut.

Allah Ta'ala berfirman,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1) أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2) وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3) تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4) فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
"Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)." (QS. Al Fiil: 1-5).
Kisah Pasukan Gajah yang Ingin Menyerang Ka'bah
Kisah di atas menjelaskan tentang ashabul fiil (pasukan gajah) yang ingin menghancurkan rumah Allah (Ka'bah). Mereka sudah mempersiapkan diri untuk menghancurkan Ka'bah tersebut. Mereka pun mempersiapkan gajah untuk menghancurkannya. Tatkala mereka datang mendekati Makkah, orang-orang Arab tidak punya persiapan apa-apa untuk menghadang mereka. Penduduk Makkah malah takut keluar, takut dari serangan ashabul fiil tersebut. Lantas Allah menurunkan burung yang terpencar-pencar, artinya datang kelompok demi kelompok. Itulah yang dimaksud "thoiron ababil" sebagaimana kata Ibnu Taimiyah. Burung-burung tersebut membawa batu untuk mempertahankan Ka'bah. Batu itu berasal dari lumpur (thin) yang dibentuk jadi batu, seperti tafsiran Ibnu 'Abbas. Ada juga yang menafsirkan bahwa batu tersebut adalah batu yang dibakar (matbukh). Batu tersebut digunakan untuk melempar pasukan gajah tersebut. Lantas mereka hancur seperti daun-daun yang dimakan dan diinjak-injak oleh hewan. Allah memberi pertolongan dari kejahatan pasukan gajah tersebut. Tipu daya mereka pun akhirnya sirna.
Dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah, "Kisah ini adalah dari kisah raja Abrahah yang membangun kanisah (gereja) di negeri Yaman. Ia ingin agar haji yang ada di Arab dipindahkan ke sana. Abrahah ini adalah raja dari negeri Habasyah (berpenduduk Nashrani kala itu) yang telah menguasai Yaman. Kala itu diceritakan ada orang Arab yang menjelek-jelekkan kanisah (gereja) orang Nashrani sehingga membuat raja Abrahah marah. Lalu ia pun berniat menghancurkan Ka'bah." (Lihat Majmu'atul Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 27: 355-356).
Kisah ini mengingatkan orang Quraisy akan pertolongan Allah yang telah menghancurkan pasukan gajah dan juga menunjukkan bagaimana Allah mengatur makhluk dan membinasakan musuh-musuh-Nya.
Tahun Kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Pada tahun penyerangan gajah tersebut, lahirlah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kisah itu adalah titik awal yang menunjukkan akan datangnya risalah beliau atau itulah tanda kenabian beliau. Falillahil hamdu wasy syukru.
Ada hadits yang menunjukkan bahwa Rasul -shallallahu 'alaihi wa sallam- dilahirkan pada tahun gajar yaitu hadits dari Ibnu 'Abbas, ia berkata,
ولد النبي صلى الله عليه و سلم عام الفيل
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun gajah." (HR. Ath Thohawi dalam Musykilul Atsar no. 5211, Ath Thobroni dalam Al Kabir no. 12432, Al Hakim dalam mustadroknya no. 4180. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, tetapi keduanya tidak mengeluarkannya. Adz Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini sesuai syarat Muslim. Juga dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah no. 5 dari jalur Ibnu 'Abbas. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah pada hadits no. 3152).
Bahkan ada ijma' atau kesepakatan para ulama yang mendukung bahwa Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- dilahirkan pada tahun gajah seperti dikatakan oleh Ibnul Mundzir, di mana ia berkata, "Tidak ragu lagi dari seorang ulama kita bahwa Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun gajah. Lalu beliau diangkat jadi Rasul setelah 40 tahun dari tahun gajah." Lihat As Silsilah Ash Shahihah pada hadits no. 3152, 7: 434.
Ketika penyerangan Makkah tersebut, di sana ada orang-orang musyrik yang beribadah pada berhala. Dan agama Nashrani lebih baik daripada agama orang musyrik. Kisah ini menunjukkan bahwa perlindungan Allah pada Ka'bah bukan karena adanya orang-orang musyrik yang ada di sekeliling Ka'bah, namun karena untuk melindungi Ka'bah itu sendiri, atau dikarenakan pada tahun gajah tersebut akan lahir Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di Makkah, atau karena alasan dua-duanya sehingga Ka'bah dilindungi oleh Allah. Ini penjelasan Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Al Jawabush Shohih, 6: 55-57 dinukil dari Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Demikian beberapa penjelasan dari tafsir surat Al Fiil. Moga bermanfaat. Di bulan Ramadhan ini, Rumaysho.Com akan terus mengkaji tafsiran surat-surat lainnya di juz 30. Hanya Allah yang memberi taufik.
============
Pada artikel di blog tersebut dengan judul : Ayah dan Ibu Nabi Muhammad SAW Masuk Sorga
Panjang lebar penulis blog tersebut menjelaskan bahwa ayah dan ibunda Nabi masuk surga. Padahal itu bertentangan dengan hadits yang shahih :

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
” dari Anas bin Malik bahwasanya seorang laki-laki berkata : Wahai Rasulullah di mana ayahku ? Nabi bersabda : ‘ di neraka’ . Ketika orang tersebut berpaling, Nabi memanggilnya lagi dan bersabda : ‘Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di an-naar (neraka) (H.R Muslim).
Penulis blog tersebut berusaha mati-matian menolak hadits ini dengan alasan bahwa hadits ini adalah ahad. Subhaanallah, dia menolak hadits yang shohih dengan alasan hanya hadits ahad, karena bertentangan dengan hawa nafsunya, namun di saat lain ia berdalil dengan hadits yang bukan sekedar ahad, namun justru tidak memiliki sanad yang jelas (seperti pada poin ke-1 di atas dan akan dikemukakan pada poin ke-4, Insya Allah). Padahal, keyakinan Ahlusunnah adalah hadits shohih bisa digunakan sebagai hujjah dalam masalah hukum maupun akidah. (Untuk melihat penjelasan lebih lanjut tentang ini bisa dilihat pada blog albashirah.wordpress.com pada tulisan : Hadits Ahad Hujjah dalam Masalah Aqidah dan Hukum bag ke-1 sampai ke-4).
Imam AnNawawi menjelaskan dalam Syarh Shohih Muslim tentang hadits di atas :
(dalam hadits ini terkandung faidah) : ” Bahwasanya barangsiapa yang meninggal dalam keadaan kafir, maka dia masuk anNaar, dan tidaklah bermanfaat baginya kedekatan hubungan kekeluargaan dengan orang-orang yang dekat (dengan Allah). Di dalamnya juga terkandung faidah bahwa orang yang meninggal dalam masa fatrah, yang berada di atas kebiasaan orang Arab berupa penyembahan berhala, maka dia termasuk penghuni annaar. Dan tidaklah dianggap bahwa dakwah belum sampai pada mereka, karena sesungguhnya telah sampai pada mereka dakwah Nabi Ibrahim, dan Nabi yang lainnya -semoga sholawat dan keselamatan dari Allah tercurah untuk mereka.

Sedangkan berkaitan dengan ibunda Nabi, terdapat penjelasan dalam hadits yang shohih, Nabi bersabda :
اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّي فَلَمْ يَأْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِي
“Aku memohon ijin kepada Tuhanku untuk memohon ampunan bagi ibuku, tetapi tidaklah diijinkan untukku, dan aku mohon ijin untuk berziarah ke kuburannya, dan diijinkan”(H.R Muslim dari Abu Hurairah)
dalam riwayat Ahmad :
إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ فِي الِاسْتِغْفَارِ لِأُمِّي فَلَمْ يَأْذَنْ لِي فَدَمَعَتْ عَيْنَايَ رَحْمَةً لَهَا مِنْ النَّارِ
“Sesungguhnya aku meminta kepada Tuhanku ‘Azza Wa Jalla untuk memohon ampunan bagi ibuku, namun tidak diijinkan, maka akupun menangis sebagai bentuk belas kasihan baginya dari adzab anNaar” (hadits riwayat Ahmad dari Buraidah, al-Haitsamy menyatakan bahwa rijaal hadits ini adalah rijaalus shohiih).
Dalam riwayat lain :
عَنْ أبِي رَزِينٍ، قَالَ: قُلْتَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيْنَ أُمِّي؟، قَالَ:”أُمُّكَ فِي النَّارِ”، قَالَ: فَأَيْنَ مَنْ مَضَى مِنْ أَهْلِكَ؟، قَالَ:”أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ أُمُّكَ مَعَ أُمِّي
” dari Abu Roziin beliau berkata : Aku berkata : Wahai Rasulullah, di mana ibuku? Nabi menjawab : ‘Ibumu di an-Naar’. Ia berkata : Maka di mana ornag-orang terdahulu dari keluargamu? Nabi bersabda : Tidakkah engkau ridla bahwa ibumu bersama ibuku” (H.R Ahmad dan atThobarony, dan al-Haitsamy menyatakan bahwa perawi-perawi hadits ini terpercaya (tsiqoot)).
Nabi tidak diijinkan untuk memohon ampunan bagi ibunya, disebabkan alasan yang disebutkan dalam AlQur’an :
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” (Q.S atTaubah :113).
Maka saudaraku kaum muslimin, telah jelas khabar dari hadits-hadits Nabi yang shohih bahwa sebenarnya ayah dan ibunda Nabi di an-Naar. Kita sebagai orang yang beriman merasa sedih dengan hal-hal yang membuat Nabi bersedih. Bukankah Nabi menangis sedih ketika beliau memintakan ampunan bagi ibundanya, namun Allah tidak ijinkan. Akan tetapi, dalil-dalil yang shohih di atas memberikan pelajaran penting bagi kita, bahwa kedekatan kekerabatan dengan orang Sholih, bahkan seorang Nabi, tidak menjamin seseorang untuk ikut-ikutan masuk surga. Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Imam AnNawawi di atas. Sebagaimana juga Nabi mewasiatkan kepada keluarga-keluarga dekatnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ لَمَّا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ { وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ } دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرَيْشًا فَاجْتَمَعُوا فَعَمَّ وَخَصَّ فَقَالَ يَا بَنِي كَعْبِ بْنِ لُؤَيٍّ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي مُرَّةَ بنِ كَعْبٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ شَمْسٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي هَاشِمٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا فَاطِمَةُ أَنْقِذِي نَفْسَكِ مِنْ النَّارِ فَإِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا غَيْرَ أَنَّ لَكُمْ رَحِمًا سَأَبُلُّهَا بِبَلَالِهَا
” Dari Abu Hurairah beliau berkata : Ketika turun firman Allah –QS Asy-Syuaroo’:213-(yang artinya) : ‘Dan berikanlah peringatan kepada kerabat dekatmu’, Nabi memanggil orang-orang Quraisy sehingga mereka berkumpul –secara umum dan khusus-Nabi bersabda : ‘Wahai Bani Ka’ab bin Lu-ay, selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Murroh bin Ka’ab selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Abdi Syams selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Abdi Manaaf selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Hasyim selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Bani Abdil Muththolib selamatkan diri kalian dari anNaar, wahai Fathimah selamatkan dirimu dari anNaar, sesungguhnya aku tidak memiliki kekuasaan melindungi kalian dari (adzab) Allah sedikitpun, hanyalah saja kalian memiliki hubungan rahim denganku yang akan aku sambung (dalam bentuk silaturrahmi)(H.R Muslim)
Hanya kepada Allahlah kita berharap Jannah-Nya dan hanya kepadaNya kita memohon perlindungan dari an-Naar.

============

Awal Kenabian Muhammad Rasulullah SAW (Dikenali Oleh Pendeta Busra, Syam)

Ketika Rasulullah SAW berusia 12 tahun, Abu Thalib bersama para pedagang Quraisy hendak pergi ke Syam (Abu Thalib adalah pemimpin kafilah/rombongan dagang). Pada saat Abu Thalib bersiap-siap untuk berangkat, Rasulullah SAW bergantungan memegangi pamannya tersebut. Melihat perilaku keponakannya yang sangat disayanginya itu, dia merasa iba dan belas kasih, lalu dia berkata, “Demi Allah, aku akan membawanya pergi bersamaku. Tidak mungkin dia berpisah denganku selamanya.”
Bushra, SyamBerangkatlah Abu Thalib bersama rombongan menuju Syam. Ketika mereka sampai di kawasan Busra (bagian dari wilayah Syam), disana terdapat seorang rabib (pendeta) yang sudah lama tidak mau keluar dari tempat ibadahnya (gereja). Dia lah yang menjadi rujukan ilmu bagi orang-orang Nasrani saat itu. Dia dikenal sebagai Bahira nama aslinya Jarjis. Suatu ketika Bahira melihat rombongan dagang Abu Thalib melintas di depannya. Namun pandangannya tertuju pada satu anak yang berada di dalam rombongan itu. Ada salah satu anak dari rombongan itu (Rasulullah SAW) diikuti awan mendung yang menaunginya. Begitu pula ketika ia beristirahat di bawah pohon, dahan-dahan pohon itu bergerak menaunginya.
Ketika rombongan Abu Thalib beristirahat di dekat tempat ibadahnya, dia keluar dan menghormat mereka dengan mengajak mereka pada jamuan makan, hal ini belum pernah ia lakukan sebelumnya. Sering kali rombongan pedagang Quraisy melewati kawasan tersebut akan tetapi dia tidak pernah menjamu mereka seperti itu. Ketika semua anggota rombongan dagang Abu Thalib memasuki ruang makan yang telah disajikan makanan-makanan, Bahira menanyakan anak kecil yang dilihatnya bersama rombongan dagang yang dijamunya tersebut. Mereka berkata bahwa Muhammad SAW diberikan tugas untuk menjaga unta-unta mereka. Ketika Bahira menghampiri Rasulullah SAW, ia melihat unta-unta yang Rasulullah SAW jaga bersimpuh di depan Rasulullah SAW layaknya bersujud memuliakan beliau SAW. Tak lama kemudian Rasulullah SAW berkumpul bersama di ruang makan bersama kafilah dagang yang dijamu. Kemudian Bahira berkata kepada mereka bahwa karena anak inilah mereka mendapatkan penghormatan berupa jamuan makan.
Bahira melihat ciri-ciri kenabian yang ada pada diri Rasulullah SAW, dia memegang tangan beliau seraya berkata, “Anak ini adalah pemimpin semesta alam.” Lalu Abu Thalib bertanya, “Apa yang membuatmu mengerti akan hal itu?.” Dia menjawab, “Ketika kalian melintasi jalan yang tinggi melewati bukit, tidak ada yang tersisa dari bebatuan dan pepohonan melainkan bersujud kepadanya. Sedangkan bebatuan dan pepohonan tidaklah bersujud kecuali kepada seorang nabi. Aku juga mengetahuinya dari tanda kenabian yang ada di bawah tulang rawan bahunya, bentuknya seperti buah apel. Dan aku juga telah mengetahui tentang dia (sifat-sifatnya) dari kitab-kitabku (Taurat dan Injil).”
Kemudian pendeta tersebut meminta Abu Thalib untuk membawa kembali beliau SAW ke Makkah dan tidak membawanya masuk ke Syam, karena ia khawatir beliau akan dicelakai oleh orang Yahudi (Bushra saat itu sedang dikuasai oleh Kekasisaran Roma). Abu Thalib menuruti permintaan pendeta itu dengan mengirim beliau SAW kembali ke Makkah bersama sebagian para pemuda yang ikut dalam rombongan tersebut.
Abu Thalib sungguh telah menetapi kewajibannya untuk menjaga dan meramut Rasulullah SAW sampai dia wafat pada tahun kesepuluh dari terutusnya Rasulullah SAW. Dia selalu melindungi, mengasihi, membela dan menjaga Rasulullah SAW dari usaha jelek musuh-musuh beliau. Abu Thalib juga mengerti akan kenabian beliau, akan tetapi menolak untuk masuk Islam karena takut ‘Aar/tercemar nama baiknya.
======================
Orang – Orang yang Beriman di Antara Ahli Kitab dan
Kebaikan – Kebaikan Mereka
 
‘Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah kemunkaran, dan beriman kepada Allah.  Apabila para Ahli Kitab beriman, maka itu akan lebih baik bagi mereka. Beberapa dari mereka ada yang beriman ... ‘ (Q.S. Al 'Imran, 110)
 
‘Mereka itu tidak (semuanya) sama. Ada di antara Ahli Kitab yang jujur,  mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (sholat).(Q.S. Al 'Imran, 113)
 
’Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah kemunkaran, dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka adalah di antara orang – orang yang saleh.(Q.S. Al 'Imran, 114)
 
'Dan kebajikan apa pun yang mereka kerjakan, tidak ada yang mengingkarinya. Dan Allah Maha Mengetahui orang - orang yang bertakwa.’ (Q.S. Al 'Imran, 115)
 
’Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka orang - orang yang berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhan mereka. Sungguh Allah sangat cepat perhitungannya-Nya.’  (Q.S. Al Imran, 199)
 
’Orang – orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al-Kitab sebelum Al-Qur’an, mereka beriman (pula) kepadanya (Al-Qur'an).(Q.S. Al-Qasas, 52)
 
’Ketika dibacakan (Al-Qur’an) kepada mereka, mereka berkata, "Kami beriman kepadanya, sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan kita. Sungguh, sebelumnya kami adalah orang muslim”. (Q.S. Al-Qasas, 53)
zlemxf1
 
Mereka Bersukacita Atas Al-Qur'an yang Telah Diturunkan kepada
Nabi Muhammad (SAW) 
 Tidak Ada Ketakutan Bagi Mereka yang Beriman
 
’Sesungguhnya orang – orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang - orang Nasrani, dan orang – orang Sabiin, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan melakukan kebajikan, akan ada pahala bagi mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.(Q.S. Al-Baqarah, 62)
 
’Sesungguhnya orang – orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan Sabiin dan Nasrani, barangsiapa beriman kepada Allah, hari akhir dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.’ (Q.S. Al-Ma’idah, 69)
 
’Orang-orang yang telah Kami berikan Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya.’  (Q.S. Al-Baqarah, 121)
 
’Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri sepenuhnya kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya).’(Q.S. An-Nisa ', 125)
 
’Tetapi orang - orang yang ilmunya mendalam di antara mereka, dan orang – orang yang beriman, mereka beriman kepada (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad), dan kepada (kitab - kitab) yang diturunkan sebelummu, begitu pula mereka yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan beriman kepada Allah dan hari akhir. Kepada mereka akan Kami berikan pahala yang besar.’  (Q.S. An-Nisa ', 162)
zlemxf1
 
 Makanan Ahli Kitab Merupakan Makanan yang Halal Bagi Umat Islam
 
’Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik – baik. Makanlah (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagi kamu dan makananmu juga halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan – perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan – perempuan yang beriman dan perempuan – perempan yang menjaga kehormatan di antara orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia – sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang – orang yang rugi.’  (Q.S. Al-Maidah, 5)
 
 
Percaya Kepada Nabi Ibrahim A.S. Merupakan Kepatuhan Orang Hanif
 
‘Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". ’ (Q.S. Al-Baqarah, 136)
 
‘Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’ (Q.S. Al-Baqarah, 137)
 
 Panggilan Kaum Muslim Terhadap Ahli Kitab
 
‘Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.’ (Q.S. Al Imran, 64)
 
‘Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.’ (Q.S. Al Imran Surah, 68)  
 
 Bagaimana Mereka Mengenali Rasulullah
 
Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).’ (Q.S. Al-An'aam, 20)
zlemxf1
Ahli Kitab Dalam Al-Qur'an
 
‘Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.’ (Q.S. Al Imran, 64)
 
’Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik – baik. Makanlah (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagi kamu dan makananmu juga halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan – perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan – perempuan yang beriman dan perempuan – perempan yang menjaga kehormatan di antara orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perenpuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman maka sungguh, sia – sia amal mereka dan di akhirat dia termasuk orang – orang yang rugi.’  (Q.S. Al-Maidah, 5)
 
’Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka orang - orang yang berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhan mereka. Sungguh Allah sangat cepat perhitungannya-Nya.’  (Q.S. Al Imran, 199)
 
’ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.’ (Q.S. An-Nahl, 125)
 
‘Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani." Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.’ (Q.S. Al-Ma'idah, 82)
 
‘Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri”.’ (QS. Al-'Ankabut, 46)
 
‘…Ada di antara Ahli Kitab yang jujur,  mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (sholat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah kemunkaran, dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka adalah di antara orang – orang yang saleh. Dan kebajikan apa pun yang mereka kerjakan, tidak ada yang mengingkarinya. Dan Allah Maha Mengetahui orang - orang yang bertakwa.’ (Q.S. Al 'Imran, 113-115)
 
’Sesungguhnya orang – orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan Sabiin dan Nasrani, barangsiapa beriman kepada Allah, hari akhir dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.’ (Q.S. Al-Ma’idah, 69)
 
‘Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.’ (Q.S. Al-Mumtahana, 8)

Tulisan di bawah ini sangat menarik mengupas Latar belakang beda pendapat antara Nahdlatul Ulama (NU)  dan Muhammadiyah (MD) dalam masalah LEBARAN dan RAMADHAN.

LEBARAN DUA VERSI, MUHAMMADIYAH "BIANG KEKACAUAN" ?

Oleh : ahmad musta'in syafi'ie
Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy'ari itu sekawan, sama-sama menunut ilmu agama di Arab Saudi. Sama-sama ahli Hadis dan sama-sama ahli fikih. Saat hendak pulang ke tanah air, keduanya membuat kesepakatan menyebarkan islam menurut skil dan lingkungan masing-masing.


Kiai Ahmad bergerak di bidang dakwah dan pendidikan perkotaan, karena berasal dari kuto Ngayogyokarto. Sementara kiai Hasyim memilih pendidikan pesantren karena wong ndeso, Jombang. Keduanya adalah orang hebat, ikhlas dan mulia. Allahumm ighfir lahum.

Keduanya memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dengan cara melandasi anak bangsa dengan pendidikan dan agama. Kiai Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah dan kiai Hasyim Asy'ari mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Saat beliau berdua masih hidup, tata ibadah yang diamalkan di masyarakat umumnya sama meski ada perbedaan yang sama sekali tidak mengganggu.

Contoh kesamaan praktek ibadah kala itu antara lain : Pertama, shalat tarawih, sama-sama dua puluh rakaat. Kiai Ahmad Dahlan sendiri disebut-sebut sebagai imam shalat tarawih dua puluh rakaat di masjid Syuhada Yogya. Kedua, talqin mayit di kuburan, bahkan ziarah kubur dan kirim doa dalam Yasinan dan tahlilan (?). Ketiga, baca doa qunut Shubuh. Keempat, sama-sama gemar membaca shalawat (diba'an).

Kelima, dua kali khutbah dalam shalat Id, Idul Ftri dan Idul Adha. Keenam, tiga kali takbir, "Allah Akbar", dalam takbiran. Ketujuh, kalimat Iqamah (qad qamat al-shalat) diulang dua kali, dan yang paling monumental adalah itsbat hilal, sama-sama pakai rukyah. Yang terakhir inilah yang menarik direnungkan, bukan dihakimi mana yang benar dan mana yang salah.

Semua amaliah tersebut di atas berjalan puluhan tahun dengan damai dan nikmat. Semuanya tertulis dalam kitaf Fikih Muhammadiayah yang terdiri dari tiga jilid, yang diterbitkan oleh : Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka Jogjakarta, tahun 1343an H. Namun ketika Muhammadiyah membentuk Majlis Tarjih, di sinilah mulai ada penataan praktik ibadah yang rupanya " harus beda " dengan apa yang sudah mapan dan digariskan oleh pendahulunya. Otomatis berbeda pula dengan pola ibadahnya kaum Nahdhiyyin. Perkara dalail, nanti difikir bareng dan dicari-carikan.

Disinyalir, tampil beda itu lebih dipengaruhi politik ketimbang karena keshahihan hujjah atau afdhaliah ibadah. Untuk ini, ada sebuah Tesis yang meneliti Hadis-hadis yang dijadikan rujukan Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam menetapkan hukum atau pola ibadah yang dipilih.

Setelah uji takhrij berstandar mutawassith, kesimpulannya adalah : bahwa mayoritas Hadis-Hadis yang pakai hujjah Majlis Tarjih adalah dha'if. Itu belum dinaikkan pakai uji takhrij berstandar mutasyaddid versi Ibn Ma'in. Hal mana, menurut mayoritas al-Muhadditsin, hadis dha'if tidak boleh dijadikan hujjah hukum, tapi ditoleransi sebagai dasar amaliah berfadhilah atau Fadha'il al-a'mal. Tahun 1995an, Penulis masih sempat membaca tesis itu di perpustakaan Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Ygyakarta.

Muhammad bin ‘Abdul Wahhab adalah Nabi baru tanpa wahyu

Muhammad bin ‘Abdul Wahhab adalah Nabi baru tanpa wahyu
--------------------------------------------------------
Mufti Mazhab Syafi‘iyy, Ahmad bin Zaini Dahlan (1304H) yang merupakan tokoh ulama Makkah pada zaman Sultan ‘Abd al-Hamid menyatakan dalam kitabnya al-Durar al-Saniyyah Fi al-Radd ‘Ala al-Wahhabiyyah , hlm 42:

“Wahhabiyah merupakan golongan pertama yang mengkafirkan umat Islam 600 tahun sebelum mereka dan Muhammad bin ‘Abdul Wahhab berkata:

"Aku membawa kepada kamu semua, agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir musyrik.”

Islam baru (Islam Wahabi) adalah Islam yang menganggap musyrik pada golongan selain golongan Wahabi, ajaran ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Islam baru (Islam Wahabi) mengaku lebih memahami Al Qur'an dibanding pemahaman para Sahabat Rasulullah yang telah menerima pelajaran langsung dari Rasulullah.
ajaran ajaran mereka banyak yang bertentangan dengan ajaran para Sahabat Rasul..

Bahkan Islam Baru sudah tidak menghormati dan tidak membutuhkan Nabi Muhammad SAW, dengan bukti, telah merusak dan menghancurkan Rumah peninggalan Rasulullah dan menjadikannya menjadi WC umum, menolak Maulid Nabi dengan dalil yang mengada-ada, Menyinkairkan kata Muhammada yang biasanya disandingkan dengan kata Allah, dengan mengganti tulisan Allah - Muhammad menjadi Allah Majid.

Muhammad bin Abdul Wahab telah mebelokkan arti dan pemahaman Al qur'an dari arti dan pemahaman yang telah diajarkan Rasulullah pada para Sahabatnya.

============================
Muhammad bin ‘Abdul Wahhab adalah pembunuh keturunan Rasulullah.
-------------------------------------------------------
Sejarah membuktikan Wahhabi telah membunuh keturunan Rasulullah serta menyembelih Anak-Anak kecil di pangkuan ibunya ketika mereka baru saja memasuki Kota Ta’if. Lihat kitab Umara’ al-Balad al-Haram, hlm 297 – 298,
cetakan al-Dar al-Muttahidah Li al-Nasyr..

=============================
Muhammad bin ‘Abdul Wahhab adalah adalah Nabi palsu
----------------------------------------------------------
perhatikan kata :
"Aku membawa kepada kamu semua agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir musyrik.”

Ini adalah kata yang mengandung arti dari sebuah pengakuan bahwa Muhammad bin ‘Abdul Wahhab adalah sorang utusan atau Nabi yang membawa agama baru dengan ajaran baru yang menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad SAW.

=============================
Segeralah sadar wahai kawan, kembalilah pada ajaran Nabi Muhammad, dan tinggalkan ajaran Nabi palsu Muhammad bin Abdul Wahab,............

Salam.

Wasilah

Rasulullah bertawasul pada nabi - nabi  sebelumnya


Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan; ketika Fathimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah saw. datang dan duduk di sisi kepalanya sembari bersabda: ‘Rahimakillah ya ummi ba’da ummi ‘ (Allah merahmatimu wahai ibuku pasca ibu [kandung]-ku). Kemudian beliau saw. menyebutkan pujian terhadapnya, lantas mengkafaninya dengan jubah beliau. Kemudian Rasulallah memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali kuburnya. Kemudian mereka menggali liang kuburnya. Sesampai di liang lahat, Rasulallah saw. sendiri yang menggalinya dan mengeluarkan tanah lahat dengan meng- gunakan tangan beliau saw.. Setelah selesai (menggali lahat), kemudian Rasulallah saw. berbaring disitu sembari berkata: ‘Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Yang selalu hidup, tiada pernah mati. Ampunilah ibuku Fathimah binti Asad. Perluaskanlah jalan masuknya, demi Nabi-Mu dan para nabi sebelumku ”. (Kitab al-Wafa’ al-Wafa’)

Hadits yang serupa diatas yang diketengahkan oleh At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath. Rasulallah saw. bertawassul pada dirinya sendiri dan para Nabi sebelum beliau saw. sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik, ketika Fathimah binti Asad (isteri Abu Thalib, bunda Imam ‘Ali bin Abi Thalib kw.) wafat, Rasulallah saw. sendirilah yang menggali liang-lahad. Setelah itu (sebelum jenazah dimasukkan ke lahad) beliau masuk kedalam lahad, kemudian berbaring seraya bersabda:“Allah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah Allah yang Maha Hidup. Ya Allah, limpahkanlah ampunan-Mu kepada ibuku (panggilan ibu, karena Rasulallah saw. ketika masih kanak-kanak hidup dibawah asuhannya), lapangkanlah kuburnya dengan demi Nabi-Mu (yakni beliau saw. sendiri) dan demi para Nabi sebelumku. Engkaulah, ya Allah Maha Pengasih dan Penyayang”. Beliau saw. kemudian mengucapkan takbir empat kali. Setelah itu beliau saw. bersama-sama Al-‘Abbas dan Abu Bakar (radhiyallahu ‘anhumaa) memasukkan jenazah Fathimah binti Asad kedalam lahad.
( At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath.)

Pada hadits itu Rasulallah saw. bertawassul disamping pada diri beliau sendiri juga kepada para Nabi sebelum beliau saw.! Dalam hadits itu jelas beliau saw. berdo’a kepada Allah swt. sambil menyebutkan dalam do’anya demi diri beliau sendiri dan demi para Nabi sebelum beliau saw. Kalau ini bukan dikatakan sebagai tawassul, mengapa beliau saw. didalam do’anya menyertakan kata-kata demi para Nabi ?
Mengapa beliau saw. tidak berdo’a saja tanpa menyebutkan …demi para Nabi lainnya ?

Dalam kitab Majma’uz-Zawaid jilid 9/257 disebut nama-nama perawi hadits tersebut, yaitu Ruh bin Shalah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Ada perawi yang dinilai lemah, tetapi pada umumnya adalah perawi hadit-hadits shohih. Sedangkan para perawi yang disebut oleh At-Thabrani didalam Al-Kabir dan Al-Ausath semuanya baik (jayyid) yaitu Ibnu Hiban, Al-Hakim dan lain-lain yang membenarkan hadits tersebut dari Anas bin Malik.Selain mereka terdapat juga nama Ibnu Abi Syaibah yang meriwayatkan hadits itu secara berangkai dari Jabir. Ibnu ‘Abdul Birr meriwayatkan hadits tersebut dari Ibnu ‘Abbas dan Ad-Dailami meriwayatkannya dari Abu Nu’aim.

Hadits diatas ini diriwayatkan dari sumber-sumber yang saling memperkuat kebenarannya.


Pengertian Tawassul :
Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui perantara, baik perantara adlah amal baik kita atau tawassul melalui orang sholeh yang dianggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah.
Dalil-dalil tawassul :
 وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ
 فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah SWT. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah SWT, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah SWT Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
أُولَـئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ
وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوراً
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Allah SWT SWT mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah SWT) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Allah SWT SWTmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. 
 تفسير القرطبي
أولئك الذين يدعون يبتغون إلى ربهم الوسيلة أيهم أقرب ويرجون رحمته ويخافون عذابه إن عذاب ربك كان محذورا
قوله تعالى: "أولئك الذين يدعون" "أولئك" مبتدأ "الذين" صفة "أولئك" وضمير الصلة محذوف؛ أي يدعونهم. يعني أولئك المدعوون. و"يبتغون" خبر، أو يكون حالا، و"الذين يدعون" خبر؛ أي يدعون إليه عبادا إلى عبادته. وقرأ ابن مسعود "تدعون" بالتاء على الخطاب. الباقون بالياء على الخبر. ولا خلاف في "يبتغون" أنه بالياء
mereka mencari jalan untuk mendekatkan diri pada Allah
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا 
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihad-lah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Surat Al-Isra’, 57 :

Perhatikan Hadits dibawah ini :
Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Anas bin Malik :

Bahwasanya jika terjadi musim kering yang panjang, maka Umar bin Khattab memohon hujan kepada Allah dengan bertawassul dengan Abbas Ibnu Abdul Muthalib. Dalam do'anya ia berkata; Ya Allah, dulu kami senantiasa bertawassul kepada-Mu dengan Nabi saw. dan Engkau memberi hujan kepada kami. Kini kami bertawassul kepada-Mu dengan paman Nabi kami, maka berilah hujan pada kami'. Anas berkata; Maka Allah menurun- kan hujan pada mereka'.
(Shohih Bukhari 2/32 hadits ke-947 dalam Bab Shalat Istisqo')


Hukum Berdo'a dengan Tawassul Cetak E-mail

Ditulis oleh Dewan Asatidz   
Pengertian Tawassul
Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT.

•    Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada  Allah menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut.
•    Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya da. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah Allah semata.
•    Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa. Banyak sekali cara untuk berdo'a agar dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan mendahuluinya dengan bacaan alhamdulillah dan sholawat  dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar do'a yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah s.w.t.  Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan.

Tawassul dengan amal sholeh kita
Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul terhadap Allah SWT dengan perantaraan perbuatan amal sholeh, sebagaimana orang yang sholat, puasa, membaca al-Qur’an, kemudian mereka bertawassul terhadap amalannya tadi. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam kitab-kitab sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya, yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.. (Ibnu Taimiyah mengupas masalah ini secara mendetail dalam kitabnya Qoidah Jalilah Fii Attawasul Wal wasilah hal 160)

Tawassul dengan orang sholeh
Adapun yang menjadi perbedaan dikalangan ulama’ adalah bagaimana hukumnya tawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai amrtabat dan derajat tinggi dei depan Allah. sebagaimana ketika seseorang mengatakan : ya Allah aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad atau Abu bakar atau Umar dll.
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.  Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh.  Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), pada intinya adalah tawassul pada amal perbuatannnya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’.

Dalil-Dalil Tentang Tawassul
    Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara otomatis pendapat tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan permasalahan ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul diperbolehkan menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik dari  nash al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut:

A. Dalil dari alqur’an.

1.    Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :
ياأيها الذين آمنوااتقواالله  وابتغوا إليه الوسيلة
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan."
Suat Al-Isra', 57:

 أُولَـئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوراً  
17.
57. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka [857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. [857] Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Lafadl Alwasilah  dalam ayat ini adalah umum,  yang berarti mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan yang baik.

2. Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak jaman sebelum Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul, yakni N. Ya'qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan ampunan untuk putera-puteranya (QS 12:98).


قَالُواْ يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ.  قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّيَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
97. Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)".
98. N. Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Di sini nampak jelas bahwa sudah sangat lumrah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara orang yang mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Bahkan QS 17:57 dengan jelas mengistilahkan "ayyuhum aqrabu", yakni memilih orang yang lebih dekat (kepada Allah SWT) ketika berwasilah.

3. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka. Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan QS 7:134 dengan istilahبِمَا عَهِدَ عِندَكَDengan (perantaraan) sesuatu yang diketahui Allah ada pada sisimu (kenabian).
Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37


فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
"Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."Kalimat yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.

4. Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan Rasulullah SAW yang juga mendoakannya.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا

"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

B. Dalil dari hadis.   
a. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW sebelum lahir

Sebagaimana nabi Adam AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW. Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا ربى ! إنى أسألك بحق محمد لما غفرتنى فقال الله : يا آدم كيف عرفت محمدا ولم أخلقه قال : يا ربى لأنك لما خلقتنى بيدك ونفخت فيّ من روحك رفعت رأسى فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لاإله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى إسمك إلا أحب الخلق إليك فقال الله : صدقت يا آدم إنه لأحب الخلق إلي، ادعنى بحقه فقد غفرت لك، ولولا محمد ما خلقتك (أخرجه الحاكم فى المستدرك وصححه ج : 2 ص: 615)
"Rasulullah s.a.w. bersabda:"Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku". Lalu Allah berfirman:"Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?" Adam menjawab:"Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis "Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah" maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai". Allah menjawab:"Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu"

Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis ini  adalah shohih.

Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan  dari Ibnu Abbas  dengan redaksi :


فلولا محمد ما خلقت آدم ولا الجنة ولا النار (أخرجه الحاكم فى المستدرك ج: 2 وص:615)

Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi  memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.

Walaupun dalam menghukumi hadis ini tidak ada kesamaan dalam pandangan ulama’, hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam jarkh wattta’dil (penilaian kuat dan tidak) terhadap seorang rowi, akan tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa tawassul terhadap Nabi Muhammad SAW adalah boleh.

b. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam masa hidupnya.

Diriwatyatkan oleh Imam Hakim :


عن عثمان بن حنيف قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وجاءه رجل ضرير
فشكا إليه ذهاب بصره، فقال : يا رسول الله ! ليس لى قائد وقد شق علي فقال  رسول الله عليه وسلم : :ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إنى أسألك وأتوجه إليك لنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى لى عن بصرى، اللهم شفعه فيّ وشفعنى فى نفسى، قال عثمان : فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا الحديث حتى دخل الرجل وكأنه لم يكن به ضر.  (أخرجه الحاكم فى المستدرك)

Dari Utsman bin Hunaif: "Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada Rasulullah s.a.w. berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat" Rasulullah berkata"Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat, dan berkata:"bacalah doa (artinya)" Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat". Utsman berkata:"Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar". (Hadist riwayat Hakim di Mustadrak)

Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih  dari segi sanad walaupun Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadis ini adalah shohih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa’wat mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan shohih ghorib. Dan Imam Mundziri dalam kitabnya Targhib Wat-Tarhib 1/438, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shohihnya.

c. Tawassul kepada nabi Muhammad SAW setelah  meninggal.

Diriwayatkan oleh Imam Addarimi :

عن أبى الجوزاء  أ وس بن عبد الله قال : قحط أهل المدينة قحطا شديدا فشكوا إلى عائشة فقالت : انظروا قبر النبي فاجعلوا منه كوا إلى السماء حتى لا يكون بينه وبين السماء سقف قال : ففعلوا فمطروا مطرا حتى نبت العشب وسمنت الإبل حتى تفتقط من السحم فسمي عام الفتق ( أخرجه الإمام الدارمى ج : 1 ص : 43)
Dari Aus bin Abdullah: "Sautu hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: "Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung", maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk" (Riwayat Imam Darimi)

Diriwayatkan oleh Imam Bukhori  :

عن أنس بن مالك إن عمر بن خطاب كان إذا قطحوا استسقى بالعباس بن عبد المطلب فقال : اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا ننتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا قال : فيسقون (أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137 )
Riwayat Bukhari: dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:"Ya Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawassul dengan paman nabi kami maka turunkanlau hujan kepada, lalu turunlah hujan.

d. Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul .

عن أبى سعيد الحذري قال : رسول الله صلى الله عليه وسلم : من خرج من بيته إلى الصلاة، فقال : اللهم إنى أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاى هذا فإنى لم أخرج شرا ولا بطرا ولا رياءا ولا سمعة، خرجت إتقاء شخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تعيذنى من النار، وأن تغفر لى ذنوبى، إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، أقبل الله بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك (أخرجه بن ماجه وأحمد وبن حزيمة وأبو نعيم وبن سنى).

Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu", maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya". (Riwayat Ibnu Majad dll.).

Imam Mundziri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dengan sanad yang ma'qool, akan tetap Alhafidz Abu Hasan mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan.( Targhib Wattarhib 2/ 119).


Alhafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni.(Nataaij Alafkar 1/272).

Imam Al I’roqi dalam mentakhrij hadis ini  dikitab Ikhya’ Ulumiddin mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan, (1/323).
Imam Bushoiri  mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan hadis ini shohih, (Mishbah Alzujajah 1/98).

Pandangan  Para Ulama’ Tentang Tawassul

Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah dikaji para ulama, ada baiknya kita tengok pendapat para ulama terdahulu.  Kadang  sebagian orang masih kurang puas, jika hanya menghadirkan dalil-dalil tanpa disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya  dengan dalil saja  tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa dijadikan landasan bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat pendapat tersebut, maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan ulama’ mengenai hal tersebut.

Pandangan Ulama MadzhabImam Malik :
Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:"Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:"Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat". 

(Al-Syifa' karangan Qadli 'Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).

Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :"Syafii ibarat matahati bagi manusia dan ibarat sehat bagi badan kita"

 (شواهد الحق ليوسف بن إسماعيل النبهانى ص:166)

Imam Syafi’i :Demikian juga perkataan Imam Syafi’i dalam salah satu syairnya:
آل النبى ذريعتى # وهم إليه وسيلتى
أرجو بهم أعطى غدا # بيدى اليمن صحيفتى
(العواصق المحرقة لأحمد بن حجر المكى ص:180)  
"Keluarga nabi adalah familiku, Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku berharap melalui mereka, agar aku menerima buku perhitunganku di hari kiamat nanti dengan tangan kananku"

Pandangan Imam Taqyuddin Assubuky :
Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah  adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para ulama,’ serta  kalangan umum umat Islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah.
(Syifa’ Assaqom  hal 160)

Pandangan Ibnu Taimiyah
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :

أن النبي علم شخصا أن يقول : اللهم إنى أسألك وأتوسل إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى حاجتى ليقضيها فشفعه فيّ (أخرجه الترميذى وصححه).

Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)"Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya'faat". Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)

Pandangan Imam Syaukani

Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW  ataupun kepada yang lain ( orang sholeh),  baik pada masa hidupnya  maupun  setelah meninggal  adalah merupakan ijma’ para shohabat.

Pandangan Muhammad Bin Abdul Wahab.

Beliau melihat bahwa tawassul adalah sesuatu yang makruh menurut jumhur ulama’ dan tidak sampai menuju pada tingkatan haram ataupun bidah bahkan musyrik. Dalam surat yang dikirimkan oleh Syekh Abdul Wahab kepada warga qushim bahwa beliau menghukumi kafir terhadap orang yang bertawassul kepada orang-orang sholeh., dan menghukumi kafir terhadap AlBushoiri atas perkataannya YA AKROMAL KHOLQI dan membakar dalailul khoirot.
Maka beliau membantah : “ Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan besar". 

Dan ini diperkuat dengan surat beliau yang dikirimkan kepada warga majma’ah 

(surat pertama dan kelima belas dari kumpulan surat-surat syekh Abdul Wahab hal 12 dan 64, atau kumpulan fatwa syekh Abdul Wahab yang diterbitkan oleh Universitas Muhammad Bin Suud  Riyad  bagian ketiga  hal 68)

Dalil-dalil yang melarang tawassul
Dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat yang melarang tawassul adalah sebagai berikut:
1. Surat Zumar, 2:

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ  
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Orang yang bertwassul kepada orang sholih maupun kepada para kekasih Allah, dianggap sama dengan sikap orang kafir ketika menyembah berhala yang dianggapnya sebuah perantara kepada Allah.
Namun kalau dicermati, terdapat perbedaan antara tawassul dan ritual orang kafir seperti disebutkan dalam ayat tersebut: tawassul semata dalam berdoa dan tidak ada unsur menyembah kepada yang dijadikan tawassul , sedangkan orang kafir telah menyembah perantara; tawassul juga dengan sesuatu yang dicintai Allah sedangkan orang kafir bertwassul dengan berhala yang sangat dibenci Allah.

2. Surah al-Baqarah, 186:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ  
2. 186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Allah Maha dekat dan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Jika Allah maha dekat, mengapa perlu tawassul dan mengapa memerlukan sekat antara kita dan Allah.
Namun dalil-dalil di atas menujukkan bahwa meskipun Allah maha dekat, berdoa melalui tawassul dan perantara adalah salah satu cara untuk berdoa. Banyak jalan untuk menuju Allah dan banyak cara untuk berdoa, salah satunya adalah melalui tawassul.

3. Surat Jin, ayat 18:

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً  
72. 18. Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.
Kita dilarang ketika menyembah dan berdoa kepada Allah sambil menyekutukan dan mendampingkan siapapun selain Allah.
Seperti ayat pertama, ayat ini dalam konteks menyembah Allah dan meminta sesuatu kepada selain Allah. Sedangkan tawassul adalah meminta kepada Allah, hanya saja melalui perantara.

Kesimpulan
Tawassul dengan perbuatan dan amal sholeh kita yang baik diperbolehkan menurut kesepakatan ulama’. Demikian juga tawassul kepada Rasulullah s.a.w. juga diperboleh sesuai dalil-dalil di atas. Tidak diragukan lagi bahwa nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan yang mulia disisi Allah SWT, maka tidak ada salahnya jika kita bertawassul terhadap kekasih Allah SWT yang paling dicintai, dan begitu juga dengan orang-orang yang sholeh.

Selama ini para ulama yang memperbolehkan tawassul dan melakukannya tidak ada yang berkeyakinan sedikitpun bahwa mereka (yang dijadikan sebagai perantara) adalah yang yang mengabulkan permintaan ataupun yang memberi madlorot. Mereka berkeyakinan bahwa hanya Allah lah yang berhak memberi dan menolak doa hambaNya. Lagi pula berdasarkan hadis-hadis yang telah dipaparkan diatas menunjukakn bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan suatu yang baru dikalangan umat islam dan sudah dilakukan para ulama terdahulu. Jadi jikalau ada umat islam yang melakukan tawassul sebaiknya kita hormati mereka karena mereka tentu mempunyai dalil dan landasan yang cukup kuat dari Quran dan hadist.

Tawassul adalah masalah khilafiyah di antara para ulama Islam, ada yang memperbolehkan dan ada yang melarangnya, ada yang menganggapnya sunnah dan ada juga yang menganggapnya makruh. Kita umat Islam harus saling menghormati dalam masalah khilafiyah dan jangan sampai saling bermusuhan. Dalam menyikapi masalah tawassul kita juga jangan mudah terjebak oleh isu bid'ah yang telah mencabik-cabik persatuan dan ukhuwah kita. Kita jangan dengan mudah menuduh umat Islam yang bertawassul telah melakukan bid'ah dan sesat, apalagi sampai menganggap mereka menyekutukan Allah, karena mereka mempunyai landasan dan dalil yang kuat. Tidak hanya dalam masalah tawassul, sebelum kita mengangkat isu bid'ah pada permasalahan yang sifatnya khilafiyah, sebaiknya kita membaca dan meneliti secara baik dan komprehensif masalah tersebut sehingga kita tidak mudah terjebak oleh hembusan teologi permusuhan yang sekarang sedang gencar mengancam umat Islam secara umum.

Memang masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh orang muslim awam dalam melakukan tawassul, seperti menganggap yang dijadikan tawassul mempunyai kekuatan, atau bahkan meminta-minta kepada orang yang dijadikan perantara tawassul, bertawassul dengan orang yang bukan sholeh tapi tokoh-tokoh masyarakat yang telah meninggal dunia dan belum tentu beragama Islam, atau bertawassul dengan kuburan orang-orang terdahulu, meminta-minta ke makam wali-wali Allah, bukan bertawassul kepada para para ulama dan kekasih Allah. Itu semua tantangan dakwah kita semua untuk kita luruskan sesuai dengan konsep tawassul yang dijelaskan dalil-dalil di atas.
Wallahu a'lam bissowab